Nama : NURILITA WIGUNA
Kelas : 2EA28
NPM : 15212500
Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan#
Dosen : M. Ali, S.H.I, M.Ag
Keempat pendekatan tersebut yaitu pendekatan kultural, edukatif, hukum, dan struktural, dibutuhkan karena saat ini pemahaman generasi muda terhadap 4 pilar kebangsaan menipis. Hal tersebut diungkap Saifullah saat membuka seminar "Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara" di Hotel Majapahit Surabaya, Jawa Timur, Senin (12/11/2012).
Pendekatan kultural adalah dengan memperkenalkan lebih mendalam tentang budaya dan kearifan lokal kepada generasi muda. Hal ini dibutuhkan agar pembangunan oleh generasi muda di masa depan tetap mengedepankan norma dan budaya bangsa.
Pembangunan yang tepat, lanjut Saifullah harus memperhatikan potensi dan kekayaan budaya suatu daerah tanpa menghilangkan adat istiadat yang berlaku.
"Generasi muda saat ini adalah calon pemimpin bangsa, harus paham norma dan budaya leluhurnya. Sehingga di masa depan tidak hanya asal membangun infrasturktur modern, tetapi juga menyejahterakan masyarakat," katanya.
Pendekatan edukatif perlu karena saat ini sangat marak aksi kriminal yang dilakukan generasi muda, seperti tawuran, pencurian, bahkan pembunuhan. Kebanyakan aksi tersebut terjadi saat remaja berada di luar sekolah maupun di luar rumah. Oleh sebab itu perlu ada pendidikan di antara kedua lembaga ini.
"Di rumah kelakuannya baik, di sekolah juga baik. Namun ketika di antara dua tempat tersebut, kadang remaja berbuat hal negatif. Ini yang sangat disayangkan. Orangtua harus mencarikan wadah yang tepat bagi anaknya untuk memaknai empat pilar kebangsaan semisal lewat kegiatan di Pramuka," ucapnya.
Pendekatan hukum adalah segala tindakan kekerasan dalam bentuk apapun harus ditindak dengan tegas, termasuk aksi tawuran remaja yang terjadi belakangan.
"Norma hukum harus ditegakkan agar berfungsi secara efektif sehingga menimbulkan efek jera bagi pelaku kriminal sekaligus menjadi pelajaran bagi orang lain" tegasnya.
Pendekatan yang terakhir adalah pendekatan struktural. Keempat pilar ini perlu terus diingatkan oleh pejabat di seluruh tingkat. Mulai dari Ketua Rukun Tetangga, Rukun Warga, kepala desa, camat, lurah sampai bupati/wali kota hingga gubernur.
"Semoga bangsa ini menjadi semakin kuat, bersatu, dan maju melalui empat pendekatan ini," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Kakanwil Kemenkumham Jatim Y Ambeg Paramarta mengatakan, salah satu solusi menjawab krisis moral yang terjadi di Indonesia adalah melalui penguatan pendidikan kewarganegaraan.
"Pendidikan ini memperkokoh karakter bangsa dimana warga negara dituntut lebih mandiri, tanggung jawab, dan mampu menghadapi era globalisasi melalui transmisi empat pilar," katanya.
Lebih lanjut dikatakan, fungsi Pancasila adalah sebagai petunjuk aktivitas hidup di segala bidang yang dilakukan warga negara Indonesia. Kelakuan tersebut harus berlandaskan sila-sila yang terdapat di Pancasila.
Sedangkan UUD 1945 merupakan konstitusi negara yang mengatur kewenangan tugas dan hubungan antar lembaga negara. Hal ini menjiwai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan sadar segenap warga bangsa untuk mempersatukan wilayah nusantara.
"Semboyan Bhinneka Tunggal Ika melengkapi ketiga hal tersebut karena mengakui realitas bangsa Indonesia yang majemuk namun selalu mencita-citakan persatuan dan kesatuan," katanya.
Kelas : 2EA28
NPM : 15212500
Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan#
Dosen : M. Ali, S.H.I, M.Ag
Setiap Negara pasti memiliki
landasan, dasar, pondasi, dan atau pilar untuk membangun dan memperkokoh Negara
tersebut, termasuk Negara Indonesia. Pilar merupakan tiang penyangga suatu
bangunan. Pilar memiliki peran yang sangat sentral dan menentukan, karena bila
pilar ini tidak kokoh atau rapuh akan berakibat robohnya bangunan yang
disangganya. Dalam bahasa Jawa tiang penyangga bangunan atau rumah ini disebut
”soko”.
Demikian pula halnya dengan
bangunan Negara–bangsa, membutuhkan pilar atau soko guru yang merupakan tiang
penyangga yang kokoh agar rakyat yang mendiami akan merasa nyaman, aman,
tenteram dan sejahtera, terhindar dari segala macam gangguan dan bencana. Pilar
bagi suatu negara-bangsa berupa sistem keyakinan atau belief system, atau philosophische
grondslag, yang berisi konsep, prinsip dan nilai yang dianut oleh rakyat
Negara–bangsa yang bersangkutan yang diyakini memiliki kekuatan untuk
dipergunakan sebagai landasan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Indonesia memiliki 4 pilar dalam berbangsa dan bernegara yang digagas oleh Bapak Taufik Kiemas. Pilar – pilar tersebut adalah Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Keempat pilar ini tidak bisa dipisahkan dalam menjaga dan membangun keutuhan bangsa.
Indonesia memiliki 4 pilar dalam berbangsa dan bernegara yang digagas oleh Bapak Taufik Kiemas. Pilar – pilar tersebut adalah Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Keempat pilar ini tidak bisa dipisahkan dalam menjaga dan membangun keutuhan bangsa.
1. PANCASILA
Pilar pertama bagi tegak kokoh berdirinya negara-bangsa
Indonesia adalah Pancasila. Pancasila
adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata
dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla
berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan
berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang
Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4
Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila
Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan
Pancasila pada tahun
1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
Dalam upaya merumuskan Pancasila
sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang
dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
yaitu :
- Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945. Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta dalam memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut.
- Panca Sila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato spontannya yang kemudian dikenal dengan judul "Lahirnya Pancasila". Sukarno mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut: Kebangsaan; Internasionalisme; Mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan; Kesejahteraan; Ketuhanan. Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu.
Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara
secara resmi beberapa dokumen penetapannya ialah :
- Rumusan Pertama : Piagam Jakarta (Jakarta Charter) - tanggal 22 Juni 1945
- Rumusan Kedua : Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18 Agustus 1945
- Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat - tanggal 27 Desember 1949
- Rumusan Keempat : Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal 15 Agustus 1950
- Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama (merujuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959)
Pancasila dinilai memenuhi syarat
sebagai pilar bagi negara-bangsa Indonesia yang pluralistik dan cukup luas dan
besar ini. Pancasila mampu mengakomodasi keanekaragaman yang terdapat dalam
kehidupan negara-bangsa Indonesia. Sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha
Esa, mengandung konsep dasar yang terdapat pada segala agama dan keyakinan yang
dipeluk atau dianut oleh rakyat Indonesia, merupakan common denominator dari
berbagai agama, sehingga dapat diterima semua agama dan keyakinan. Demikian
juga dengan sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, merupakan
penghormatan terhadap hak asasi manusia. Manusia didudukkan sesuai dengan
harkat dan martabatnya, tidak hanya setara, tetapi juga secara adil dan
beradab. Pancasila menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, namun dalam
implementasinya dilaksanakan dengan bersendi pada hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan Sedang kehidupan berbangsa dan bernegara ini adalah
untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan untuk
kesejahteraan perorangan atau golongan. Nampak bahwa Pancasila sangat tepat
sebagai pilar bagi negara-bangsa yang pluralistik.
Pancasila sebagai salah satu pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara memiliki konsep, prinsip dan nilai yang merupakan kristalisasi dari belief system yang terdapat di seantero wilayah Indonesia, sehingga memberikan jaminan kokoh kuatnya Pancasila sebagai pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai salah satu pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara memiliki konsep, prinsip dan nilai yang merupakan kristalisasi dari belief system yang terdapat di seantero wilayah Indonesia, sehingga memberikan jaminan kokoh kuatnya Pancasila sebagai pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. UNDANG-
UNDANG DASAR 1945
Pilar kedua kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa
Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau
disingkat UUD 1945 atau UUD '45, adalah hukum dasar tertulis (basic law), konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia saat ini.
UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945. Sejak
tanggal 27 Desember 1949, di
Indonesia berlaku Konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959.
Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945
mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga
dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
Dibuatnya pembukaan
UUD 1945 pastinya mempunyai sebuah tujuan. Tujuannya agar masyarakat indonesia
mendapatkan keadilan dan kemakmuran baik secara materi maupun spiritual. Jika
diperhatikan, tujuan bangsa indonesia yang tercantum dalam UUD 1945 mencakup 3
hal, antara lain :
1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia.
Indonesia.
2)
Memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa.
bangsa.
3)
Ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Dari
poin-poin diatas kita dapat menyimpulkan bahwa negaraIndonesia melindungi
negara dan seluruh warga Negara Indonesia yang berada di dalam maupun di luar
negeri. Selain itu negara kita menginginkan situas idan kondisi rakyat yang
bahagia, makmur, adil, sentosa.
Sedangkan
jika berdasarkan susunan Pembukaan`UUD 1945, maka dapat dibedakan empat macam
tujuan sebagaimana terkandung dalam empat alenia dalam Pembukaan UUD 1945,
sebagai berikut :
·
Alinea I, untuk
mempertanggungjawabkan bahwa pernyataan kemerdekaan sudah selayaknya, karena
berdasarkan atas hak kodrat yang bersifat mutlak dari moral bangsa Indonesia
untuk merdeka.
·
Alinea II, untuk
menetapkan cita-cita bangsa Indonesia yang ingin dicapai dengan kemerdekaan
yaitu terpeliharanya secara sunguh-sungguh kemerdekaan dan kedaulatan negara,
kesatuan bangsa, negara dan daerah atas keadilan hukum dan moral, bagi diri
sendiri dan pihak lain serta kemakmuran bersama yang berkeadilan.
·
Alinea III, untuk
menegaskan bahwa proklamasi kemerdekaan menjadi permulaan dan dasar hidup
kebangsaan dan kenegaraan bagi seluruh warga Indonesia yang luhur dan sucidalam
lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
·
Alinea IV, untuk
melaksanakan segala sesuatu itu dalam perwujudan dasar-dasar tertentu yang
tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945, sebagai ketentuan pedoman dan
pegangan yang tetap dan praktis yaitu dalam realisasi hidup bersama dalam suatu
negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
3. BHINEKA TUNGGAL IKA
Sesanti atau semboyan Bhinneka Tunggal Ika
diungkapkan pertama kali oleh mPu Tantular, pujangga agung kerajaan Majapahit
yang hidup pada masa pemerintahan Raja Hayamwuruk, di abad ke -14 (1350-1389).
Sesanti tersebut terdapat dalam karyanya; kakawin Sutasoma yang berbunyi “Bhinna ika tunggal ika, tan hana dharma
mangrwa”, yang artinya “Berbeda-beda itu, satu itu, tak ada pengabdian yang
mendua.” Semboyan yang kemudian dijadikan prinsip dalam kehidupan dalam
pemerintahan kerajaan Majapahit itu untuk mengantisipasi adanya keaneka – ragaman
agama yang dipeluk oleh rakyat Majapahit pada waktu itu. Meskipun mereka
berbeda agama tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian.
Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang diungkap oleh mPu Tantular, ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai semboyan resmi Negara Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan Pemerintah tersebut menentukan bahwa sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan sebagai seboyan yang terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia, “Garuda Pancasila.” Kata “bhinna ika,” kemudian dirangkai menjadi satu kata “bhinneka”. Pada perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai semboyan resmi yang terdapat dalam Lambang Negara, dan tercantum dalam pasal 36a UUD 1945.
Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang diungkap oleh mPu Tantular, ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai semboyan resmi Negara Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan Pemerintah tersebut menentukan bahwa sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan sebagai seboyan yang terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia, “Garuda Pancasila.” Kata “bhinna ika,” kemudian dirangkai menjadi satu kata “bhinneka”. Pada perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai semboyan resmi yang terdapat dalam Lambang Negara, dan tercantum dalam pasal 36a UUD 1945.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang mengacu pada
bahasa Sanskrit, hampir sama dengan semboyan e Pluribus Unum, semboyan Bangsa
Amerika Serikat yang maknanya diversity in unity, perbedaan dalam kesatuan.
Semboyan tersebut terungkap di abad ke XVIII, sekitar empat abad setelah mpu
Tantular mengemukakan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Sangat mungkin tidak ada
hubungannya, namun yang jelas konsep keanekaragaman dalam kesatuan telah
diungkap oleh mPu Tantular lebih dahulu.
Jawa
Kuna
Alih
bahasa Indonesia
Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa,
Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?
Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Terpecah belahlah itu, tetapi satu jualah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.
Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik dalam kehidupan yang terikat dalam suatu kesatuan. Pluralistik bukan pluralisme, suatu faham yang membiarkan keanekaragaman seperti apa adanya. Membiarkan setiap entitas yang menunjukkan ke-berbedaan tanpa peduli adanya common denominator pada keanekaragaman tersebut. Dengan faham pluralisme tidak perlu adanya konsep yang mensubstitusi keanekaragaman. Demikian pula halnya dengan faham multikulturalisme. Masyarakat yang menganut faham pluralisme dan multikulturalisme, ibarat onggokan material bangunan yang dibiarkan teronggok sendiri-sendiri, sehingga tidak akan membentuk suatu bangunan yang namanya rumah.
Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa,
Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?
Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Terpecah belahlah itu, tetapi satu jualah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.
Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik dalam kehidupan yang terikat dalam suatu kesatuan. Pluralistik bukan pluralisme, suatu faham yang membiarkan keanekaragaman seperti apa adanya. Membiarkan setiap entitas yang menunjukkan ke-berbedaan tanpa peduli adanya common denominator pada keanekaragaman tersebut. Dengan faham pluralisme tidak perlu adanya konsep yang mensubstitusi keanekaragaman. Demikian pula halnya dengan faham multikulturalisme. Masyarakat yang menganut faham pluralisme dan multikulturalisme, ibarat onggokan material bangunan yang dibiarkan teronggok sendiri-sendiri, sehingga tidak akan membentuk suatu bangunan yang namanya rumah.
Prinsip pluralistik dan multikulturalistik adalah
asas yang mengakui adanya kemajemukan bangsa dilihat dari segi agama,
keyakinan, suku bangsa, adat budaya, keadaan daerah, dan ras. Kemajemukan
tersebut dihormati dan dihargai serta didudukkan dalam suatu prinsip yang dapat
mengikat keanekaragaman tersebut dalam kesatuan yang kokoh. Kemajemukan bukan
dikembangkan dan didorong menjadi faktor pemecah bangsa, tetapi merupakan
kekuatan yang dimiliki oleh masing-masing komponen bangsa, untuk selanjutnya
diikat secara sinerjik menjadi kekuatan yang luar biasa untuk dimanfaatkan
dalam menghadapi segala tantangan dan persoalan bangsa.
4. NEGARA
KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (NKRI)
Menurut
C.F. Strong negara kesatuan ialah bentuk negara di mana wewenang legislatif
tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat. Kekuasaan
terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada pemerintah daerah. Pemerintah
pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian sepenuhnya terletak
pada pemerintah pusat. Dengan demikian maka kedaulatannya tidak terbagi.
Apabila ditinjau dari sudut hukum tata negara, Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1945 belum
sempurna sebagai negara, mengingat saat itu Negara Kesatuan Republik Indonesia
baru sebagian memiliki unsur konstitutif berdirinya negara. Untuk itu PPKI
dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah melengkapi persyaratan berdirinya
negara yaitu berupa pemerintah yang berdaulat dengan mengangkat Presiden dan
Wakil Presiden, sehingga PPKI disebut sebagai pembentuk negara. Disamping itu
PPKI juga telah menetapkan UUD 1945, dasar negara dan tujuan negara.
Para pendiri bangsa (the founding fathers) sepakat memilih bentuk negara kesatuan karena bentuk negara kesatuan itu dipandang paling cocok bagi bangsa Indonesia yang memiliki berbagai keanekaragaman, untuk mewujudkan paham negara integralistik (persatuan) yaitu negara hendak mengatasi segala paham individu atau golongan dan negara mengutamakan kepentingan umum.
Para pendiri bangsa (the founding fathers) sepakat memilih bentuk negara kesatuan karena bentuk negara kesatuan itu dipandang paling cocok bagi bangsa Indonesia yang memiliki berbagai keanekaragaman, untuk mewujudkan paham negara integralistik (persatuan) yaitu negara hendak mengatasi segala paham individu atau golongan dan negara mengutamakan kepentingan umum.
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang
dibentuk berdasarkan semangat kebangsaan (nasionlisme) oleh bangsa Indonesia
yang bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tampah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.
Bentuk Negara Kesatuan adalah ketentuan yang diambil oleh
para founding fathers pada tahun 1945 berdasarkan berbagai pertimbangan dan
hasil pembahasan yang cukup mendalam. Namun dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia
pernah juga menerapkan bentuk negara federal sebagai akibat atau konsekuensi
hasil konferensi meja bundar di Negeri Belanda pada tahun 1949. Namun penerapan
pemerintah federal ini hanya berlangsung sekitar 7 bulan untuk kemudian kembali
menjadi bentuk Negara kesatuan.
Sejak itu Negara Replublik Indonesia berbentuk kesatuan
sampai dewasa ini, meskipun wacana mengenai negara federal masih sering timbul
pada permukaan, utamanya setelah Negara-bangsa Indonesia memasuki era
reformasi. Namun nampaknya telah disepakati oleh segala pihak bahwa bentuk
negara kesatuan merupakan pilihan final bangsa.
Untuk dapat memahami bagaimana pendapat para founding fathers
tentang negara kesatuan ini ada baiknya kita sampaikan beberapa pendapat
anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Untuk mencari landasan bagi Negara kesatuan para founding
fathers lebih mendasarkan diri pada pengalaman sejarah bangsa sejak zaman
penjajahan, waktu perjuangan kemerdekaan sampai persiapan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Penjajah menerapkan pendekatan devide et
impera, atau pecah dan kuasai. Pendekatan tersebut hanya mungkin dapat
diatasi oleh persatuan dan kesatuan. Sejarah membuktikan bahwa perjuangan
melawan penjajah selalu dapat dipatahkan oleh penjajah dengan memecah dan
mengadu domba. Hal ini yang dipergunakan sebagai alasan dan dasar dalam
menentukan bentuk negara kesatuan.
DAFTAR PUSTAKA
·
Nurdiaman,
Aa.2007.Pendidikan Kewarganegaraan : Kecakapan
Berbangsa dan Bernegara.Bandung.PT Grafindo Media Utama.
ARTIKEL
Empat
Pilar Kebangsaan Perlu Dijaga
Senin, 12 November 2012 | 19:40 WIB
SURABAYA, KOMPAS.com - Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah
Yusuf mengungkapkan, ada empat pendekatan untuk menjaga empat pilar kebangsaan
yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.Keempat pendekatan tersebut yaitu pendekatan kultural, edukatif, hukum, dan struktural, dibutuhkan karena saat ini pemahaman generasi muda terhadap 4 pilar kebangsaan menipis. Hal tersebut diungkap Saifullah saat membuka seminar "Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara" di Hotel Majapahit Surabaya, Jawa Timur, Senin (12/11/2012).
Pendekatan kultural adalah dengan memperkenalkan lebih mendalam tentang budaya dan kearifan lokal kepada generasi muda. Hal ini dibutuhkan agar pembangunan oleh generasi muda di masa depan tetap mengedepankan norma dan budaya bangsa.
Pembangunan yang tepat, lanjut Saifullah harus memperhatikan potensi dan kekayaan budaya suatu daerah tanpa menghilangkan adat istiadat yang berlaku.
"Generasi muda saat ini adalah calon pemimpin bangsa, harus paham norma dan budaya leluhurnya. Sehingga di masa depan tidak hanya asal membangun infrasturktur modern, tetapi juga menyejahterakan masyarakat," katanya.
Pendekatan edukatif perlu karena saat ini sangat marak aksi kriminal yang dilakukan generasi muda, seperti tawuran, pencurian, bahkan pembunuhan. Kebanyakan aksi tersebut terjadi saat remaja berada di luar sekolah maupun di luar rumah. Oleh sebab itu perlu ada pendidikan di antara kedua lembaga ini.
"Di rumah kelakuannya baik, di sekolah juga baik. Namun ketika di antara dua tempat tersebut, kadang remaja berbuat hal negatif. Ini yang sangat disayangkan. Orangtua harus mencarikan wadah yang tepat bagi anaknya untuk memaknai empat pilar kebangsaan semisal lewat kegiatan di Pramuka," ucapnya.
Pendekatan hukum adalah segala tindakan kekerasan dalam bentuk apapun harus ditindak dengan tegas, termasuk aksi tawuran remaja yang terjadi belakangan.
"Norma hukum harus ditegakkan agar berfungsi secara efektif sehingga menimbulkan efek jera bagi pelaku kriminal sekaligus menjadi pelajaran bagi orang lain" tegasnya.
Pendekatan yang terakhir adalah pendekatan struktural. Keempat pilar ini perlu terus diingatkan oleh pejabat di seluruh tingkat. Mulai dari Ketua Rukun Tetangga, Rukun Warga, kepala desa, camat, lurah sampai bupati/wali kota hingga gubernur.
"Semoga bangsa ini menjadi semakin kuat, bersatu, dan maju melalui empat pendekatan ini," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Kakanwil Kemenkumham Jatim Y Ambeg Paramarta mengatakan, salah satu solusi menjawab krisis moral yang terjadi di Indonesia adalah melalui penguatan pendidikan kewarganegaraan.
"Pendidikan ini memperkokoh karakter bangsa dimana warga negara dituntut lebih mandiri, tanggung jawab, dan mampu menghadapi era globalisasi melalui transmisi empat pilar," katanya.
Lebih lanjut dikatakan, fungsi Pancasila adalah sebagai petunjuk aktivitas hidup di segala bidang yang dilakukan warga negara Indonesia. Kelakuan tersebut harus berlandaskan sila-sila yang terdapat di Pancasila.
Sedangkan UUD 1945 merupakan konstitusi negara yang mengatur kewenangan tugas dan hubungan antar lembaga negara. Hal ini menjiwai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan sadar segenap warga bangsa untuk mempersatukan wilayah nusantara.
"Semboyan Bhinneka Tunggal Ika melengkapi ketiga hal tersebut karena mengakui realitas bangsa Indonesia yang majemuk namun selalu mencita-citakan persatuan dan kesatuan," katanya.
terima kasih kakak
BalasHapussama sama, semoga bermanfaat :)
BalasHapusTerimakasih..Shere..Kita Putra-Putri bangsa yg besar ini harus mampu dan bisa menjaga utk tau,mengerti terlebih memahami makna mengawal perbaikan Negeei ini utk lbh baik..
BalasHapus